Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang Tata Cara I'tidal
Pengertian
I’tidal adalah posisi dimana setelah selesai ruku', kita bangkit dari ruku' dengan mengangkat dua tangan hingga sejajar dengan dua bahu/telinga sambil mengucapkan Sami'alloohu liman hamidah. Kemudian disusul dengan membaca Robbanaa wa lakal-hamdu, atau bacaan i'tidal yang lain, sehingga berdiri tegak dan setiap tulang kembali ke tempatnya.
Bagaimanakah cara I’tidal yang benar ?
‘Ulama berbeda pendapat tentang cara I’tidal, apakah tangan kembali bersedekap sebagaimana sebelum ruku’, atau tangan dilepas sebagaimana sebelum shalat. Dalam hal ini terjadi 2 pendapat.
Pendapat pertama,
Orang yang shalat, setelah bangkit dari ruku’ lalu I’tidal, tangan harus bersedekap sebagaimana keadaan sebelum ruku’. Mereka mengetengahkan alasan sebagai berikut :
Orang yang shalat, setelah bangkit dari ruku’ lalu I’tidal, tangan harus bersedekap sebagaimana keadaan sebelum ruku’. Mereka mengetengahkan alasan sebagai berikut :
Dari hadits shahih ini ada petunjuk disyariatkannya bagi orang yang shalat supaya meletakkan tangan kanan pada tangan kirinya ketika berdiri, baik sebelum ruku’ maupun sesudahnya. Karena Sahl bin Sa’ad mengkhabarkan bahwa orang-orang (para shahabat) diperintahkan oleh Nabi SAW bahwa seseorang agar meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya di dalam shalat. Dan telah dimengerti bahwasanya hadits menjelaskan agar orang yang shalat dalam keadaan ruku’ ia meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua lututnya, dalam keadaan sujud ia meletakkan kedua telapak tangannya pada bumi (tempat sujud) sejajar dengan kedua bahunya atau telinganya, dalam keadaan duduk antara dua sujud dan dalam tasyahhud ia meletakkan tangannya pada kedua paha dan lututnya, semuanya itu dengan dalil masing-masing secara terperinci. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwasanya maksud dalam hadits riwayat Sahl bin Sa’ad dan Wail bin Hujr itu adalah disyari’atkan bagi orang yang shalat ketika berdiri dalam shalat agar meletakkan tangan kanan pada tangan kirinya (bersedekap), sama saja baik ketika berdiri sebelum ruku’ maupun sesudahnya. Karena tidak ada riwayat dari Nabi SAW yang membedakan antara keduanya, oleh karena itu barangsiapa membedakan keduanya haruslah ia tunjukkan dalilnya.
Jadi maksud perintah bersedekap dalam shalat itu, yang mestinya tetap dikerjakan selama di dalam shalat, ternyata ditujukan hanya ketika berdiri saja. Pemalingan ini karena adanya dalil lain, yaitu dalil perincian tentang meletakkan telapak tangan ketika ruku’, sujud, duduk antara dua sujud, dan duduk tasyahhud. Dengan demikian maksud disyari’atkannya bersedekap dalam shalat pada hadits Bukhari dan lainnya itu adalah tidak dari awwal sampai akhir harus bersedekap, tetapi ditujukan hanya pada waktu berdiri saja sebagaimana riwayat Nasaiy di atas.
Orang yang shalatnya mencontoh Nabi SAW mesti bersedekap. Ia tidak akan melepaskan sedekap kecuali untuk mengerjakan dalil yang khusus. Pengertian berdiri dalam shalat ini umum, meliputi berdiri sebelum dan sesudah ruku’. Keumuman ini tetap terpakai selama tidak ada yang mengkhususkannya.
Mereka yang tidak mau melakukan tanpa memiliki alasan, berarti tidak mencontoh shalatnya Nabi SAW. Karena berdiri dalam shalat ada dua macam, yaitu sebelum dan sesudah ruku’, maka pada kedua tempat itu mesti bersedekap.
Tambahan :
Disamping dalil umum wajibnya meletakkan tangan kanan pada tangan kiri di dada ketika berdiri dalam shalat, adanya sedekap juga disimpulkan dari riwayat berikut ini.
Ucapan Wail bin Hujr dalam hadits tersebut “roaituhu mumsikan biyamiinihi ‘alaa syimaalihi”, merupakan petunjuk yang sangat jelas, bahwa setelah bangkit dari ruku’ (ketika berdiri I’tidal), tanngan kanan berada di atas tangan kiri, dan tentu saja letaknya di dada, karena ada riwayat lain yang menerangkan demikian, sebagaimana berikut ini :
Riwayat yang terakhir inipun cukup terang menjelaskan bahwa ketika bangkit dari ruku’ beliau mengangkat kedua tangannya dan kemudian meletakkan kedua telapak tangannya.
Meskipun pada riwayat ini tidak dijelaskan dimana kedua telapak tangannya diletakkan, tetapi riwayat lain (sebagaimana yang tersebut diatas) menerangkan bahwa yang dimaksud adalah di dada. Adapun waktunya setelah bangkit dari ruku’, yaitu ketika berdiri I’tidal.
Mudah-mudahan dengan beberapa riwayat tersebut di atas cukup meyakinkan kita terhadap kebenaran sedekap pada waktu berdiri I’tidal.
Demikianlah alasan yang diketengahkan oleh pendapat pertama.
Pendapat kedua,
Orang yang shalat, setelah bangkit dari ruku’ lalu I’tidal, tangan dilepas sebagaimana sebelum shalat. Alasannya sebagai berikut :
Hadits hadits yang menerangkan tentang bersedekap pada saat berdiri dalam shalat itu adalah pernyataan umum, tetapi yang dimaksud adalah khusus (yaitu setelah takbiratul ihram, sampai sebelum ruku’). Hadits berikut ini menunjukkan kekhususan itu.
Di dalam hadits ini jelas bahwa Nabi SAW meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya (bersedekap) itu beliau lakukan setelah takbiratul ihram sampai akan ruku’. Dan setelah ruku’ tidak ada keterangan beliau kembali bersedekap.
Jadi, orang yang shalat, ketika I’tidal tangannya tidak bersedekap, tetapi dilepas, karena tidak ada hadits yang jelas-jelas menunjukkan bahwa Nabi SAW bersedekap ketika I’tidal, sedangkan dalam hal ibadah kita hanya sekedar mengikut kepada contoh dari Nabi SAW.
Penjelasan :
Kami sependapat dengan pendapat kedua, dengan alasan sebagaimana yang telah diketengahkan di atas, dan dengan tambahan keterangan sebagai berikut :
Hadits riwayat Ahmad (yang pertama pada tambahan) yang dipakai alasan pendapat pertama, kalau dipotong seperti itu, maka seolah-olah benar bahwa Nabi SAW setelah bangkit dari ruku’ kemudian beliau bersedekap. Padahal tidak demikian, tetapi di situ Wail bin Hujr setelah melihat shalat Nabi SAW lalu dia menerangkan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dari takbiratul ihram sampai attahiyyat. Hadits tersebut lengkapnya sebagai berikut :
Dalam hadits ini Wail bin Hujr menerangkan bahwa Nabi SAW bersedekap di dalam shalat, tetapi tidak menerangkan bahwa beliau bersedekap ketika I’tidal.
Adapun hadits riwayat Ahmad (yang kedua pada tambahan), itupun maksudnya bukanlah Nabi SAW setelah ruku’ lalu bersedekap, tetapi maksudnya di situ Wail bin Hujr menerangkan bahwa Nabi SAW ketika shalat beliau meletakkan kedua telapak tangannya ketika sujud. Bahkan hadits itu sama sekali tidak menerangkan tentang bersedekap. Hadits tersebut lengkapnya sebagai berikut :
Di dalam hadits ini bahkan sama sekali tidak menerangkan tentang bersedekap. Adapun arti “wa wadlo’a kaffaihi” itu artinya beliau meletakkan kedua telapak tangannya (di waktu sujud). Mengartikan yang demikian ini sesuai dengan hadits di bawah ini :
Demikian alasan-alasan yang dapat kami kemukakan. Walloohu a’lam.
sumber brosur : http://www.mta.or.id/
Posting Komentar